sisa senja Sajak wimbaprana ada yang tersisa dari senja yang tak pernah menyapa kilau cahya di buram kaca juga langit yang begitu sombong ada yang tersisa dari senja yang tak pernah menyapa pecahan hati campur pasir serta luka beribu luka ada yang tersisa dari senja yang tak pernah menyapa kerinduan pelukan malam dan pelukan bidadari bulan | |
TAGADAP Sajak Fredy Purnomo Dengarlah lecut kaki kuda berkecak-kecak di udara Bergaung dengan irama kabut pagi Tagadap, tagadap Langkah itu semakin cepat, cepat Semakin pula lirih terdengar, menjauh Merdunya terdekap diantara kericik air Tagadap Berderap kembali semakin dekat Temponya melambat Dap Dap Dap Sebentar kutercekat Dengar ia meringkik pelan Seakan bisik kata pada siapa Aku tak tahu makna, terpana Ia meringkik sekeras getar cuping Menghentak jemari, menghentak jantung Angkat kaki atas kaki, terangkat Melari melesat jauh Bergaung bunyi Tagadap, tagadap Dengusannya masih kedengaran lirih Pada nafasnya kedengaran rintih Jepon | |
VERSUS Sajak estesia nugroho Kugenggam engkau lewat gering telepon mengetuk Malam, melelehkan rindu di nyala lilin Bersama detak jam yang tanggal kupunguti lagi Serpihan senyummu dikebat musim lalu Dan langit-langit kaca meneteskan jarum hujan Menjelma igauan sebagaimana ciuman pertama yang Tak lagi kau hayati dalam potret kegamangan Kita, selalu mengulang pertemuan tanpa kata. Yogyakarta, 1996-2001 | |
Dewala Sajak daisy Wajah bapak yang sepi, ibu yang bosan, adik yang selalu menyeringai. Mataku terbelalak dalam tidur, wahai bulan yang sama!! Aku terseok menyusuri dinding, aku terus kembali ke tempat yang sama. Rasaku telentang terpenjara, wahai langit yang renta!! Cinta, amarah, iri hati yang letih.... Tak satupun pintu untuk menerobos lari, wahai dewala!! ~Daisy~ September 1999 | |
Hukum I termodinamika Sajak Roy Baroes Kalor berpindah akibat adanya perbedaan temperatur Begitu juga dengan diriku Mengalir dari tempat ini di antara padat gas dan cair Melayang-layang menembus batas Hukum I Termodinamika... dapat di susun secara matematis tapi aku tak akan bisa di rumuskan masih saja melayang-layang dan sebentar lagi siap untuk turun kebumi menememuimu... bandung, 1 agustus 2001 Lihat juga: Roy Baroes | |
Titik tripel zat Sajak Roy Baroes Semua postulat termodinamika merasuk ke jiwaku Membakar darah hingga menggelegak Otak terasa membengkak dada pun menjadi sesak Kini aku tanpa bentuk telah mencapai titik tripel zat Kalor telah meleburkanku tak terdefinisi tak teridentifikasi Berdiri di titik tripel zat antara padat, gas dan cair Lihat juga: Roy baroes | |
Singkapan Sajak Ben Abel KUTANG dengannya keyakinan makin mengena percuma buah dada menggantung tanpa beha KAIN-PANJANG selaput indah penyanggah badan serba bisa bias mata keranjang KEBAYA belah dada kemben delima singset kata pajangan mata kentat tahan nafas semua kasian siksanya demi nampak hanya RANJANG bale borjois lautan dengkur dan bumbu adegan tujuhbelas tahun diatas KULIT tanpa warna mungkin tidak berguna lantaran kecantikan jadi pesona dan bencong imej manusia merenda rasialisme dari masa ke masa HATI yang selalu dimanipulasi kekuatan pikir tanpa zikir keliaran tak bisa dipungkir jangan, jangan diplintir hati jadi pikir MAAF kekeliruan yang perlu awas : Lidah Tipu ! | |
Singkap Rasa Sajak Ben Abel MANIS Ujung lidah terjulur kekeringan liur lelehan mani mengancam cinta SEDAP Bersedekap menghadap menanggap dalam gagap nan gegap lahap kau melahap ENAK Liur mengacar aroma semerbak tak kunjung pancar bayang-bayang mengantar kwintas-kwintasi ganjar menanti bayar "Jangan mencuri di warung" sebelum semuanya bubar [cerita lain dari puber-puber] | |
Tiga singkap Sajak Ben Abel CINTA buka kamus saja cetakannya tak pernah luntur seperti perasaan simpang siur menetapi tekad mungkin nekad engkau faham, engkau terima ternyata bukan kata-kata RINDU Semula kita lalu aku sendirian mengenangmu kali kesekian kali BERAHI Anugerah yang memalukan tetapi perlu [dari perjalanan masa-masa remaja 1970an] | |
Pohon kelapa mata sapi (Judul mimpi) Sajak Ben Abel Terbilang tanah merah liat kuning memutih ara diatas tersapu lepah par lempar banjir tak terkira, pohon-pohon rebah tepi sungai tidak lagi merindang erosi meraja air keruh, hama mengganyang nyiur-nyiur sepanjang kertak tak lagi meriang tenang rumah-rumah yang gubuk sepi penghuni hilang ayam-ayam kehilangan piara jadi mangsa kucing-kucing liar berkeliaran seperti gelandangan kota telur-telur putih tak bermata seperti bola pingpong belaka sapi-sapi tak berkandang lari mengarung rimba merumput rumputan yang tak lagi ada dimana-mana padang sabana menggantung dalam impian dalam mimpi ini kutemukan pohon kelapa tak melambai lagi mata sapi berulat penuh semangat mati bumi kehilangan hutan sejati untung air pompa masih ada mimpi pun tersangkut di tungkai baja membayang botol-botol tirta penyambut dahaga usai mimpi melelah ini raga 5000 saja botol air dimana-mana [20 Juni 2001] | |
Mimpi meditasi Sajak Ben Abel Dari mimpi meditasiku kuterjaga dari Aceh hingga Papua semua serukan : MERDEKA bukan lagi 45 bukan lagi 45 Aceh Merdeka popor senjata Papua Merdeka popor senjata Indonesia Merdeka popor senjata Jakarta punya : orde baru kembali merdeka Golkar masih merajalela popor senjata terangkat semua marabunta tak bermata terpana tentara bangkit segera perwira segala masa awas gagangnya satria tak kenal jelata cara manusia demokrasi kena polusi semua nafas terhenti seperti mimpi meditasi tunggu apa lagi [23 Juli 2001] | |
Tuhan, aku masih di sini Sajak Kemirau (Malaysia) telahku lewati denai cetera suka dan duka telahku jejakki damai entah di mana telahku turuti hati nan lara Tuhan, aku masih di sini | |
renyah Sajak Kemirau (Malaysia) kilat sabung menyabung hati bagai disabung awan larat menyembah salam di langit kelam badai semalam masih terasa rapat sembahnya apalah yang ada menupang dagu di hujung beranda aku umpama musafir kehilangan peta hilang papan tanda hampir hilang semuanya Seksyen 17, Petaling Jaya. | |
doa Sajak Kemirau (Malaysia) ada sesuatu yang menghambatku di segenap penjuru dan arah apa bisa terungkap mungkin antara mentera dan bicara pendeta antara garap nan pasrah berdosakah aku entah pesona apa melerai gundah Belimbing Dalam. 28 Nov. 1991 | |
menjejak denai budaya bangsa Sajak Kemirau (Malaysia) seakan ada genta rasa cukup asik lagi menyenangkan tatkala menyisir pantai zaman bermandikan gemilang silam berdiri teguh di dedaunan sejarah bermain di bibir cendekia dan pendeta menggugah lena. sememangnya ini suatu wasilah pada tangan yang mendakap pasrah anak-anak warisan berwajah ceria. bentara membawa berita bencana “cenderasa paduka raja hilang sudah, peringgi mencemar bumi melaka, tulah baginda tidak lagi berbisa!” bertandulah raja penuh cela singgahsana dicabuli kedaulatan disanggah peringgi. membuntinglah gundah rakyat jelata namun dalam diam membenteng diri biarpun istana menjadi kota biarpun budaya bangsa menjadi citra. ceterawara merobah hala sejarah terlantar persada bonda berabad lamanya terubat lara di dakapan merdeka beriktikadlah rakyat seluruh negara menyua harapan dalam ratap dan rawan membina hijab rentetan duka mencermin diri. sepantasnya ramai yang menjadi abid meminggir diri memagar berahi moga maruah ini tidak tercela untuk kedua kalinya. di parlimen kedengaran khabar gembira “DEB telahpun dirangka sudah, hutan belantara kita teroka, tidak rakyat ditimpa jentaka!” berhijrahlah rakyat penuh pasrah hutan dihuni, kota digilai, desa kian sepi memboyotlah kantung golongan menengah namun dalam kukuh ekonomi, kian menghakis budi peduli apa pada istana biarkan ia menjadi kota peduli apa pada budaya biarkan ia menjadi citra. sekonyongnya terpacul topeng di sana-sini masing-masing mendabik diri taksub dengan ideologi reformasi dipekikkan keadilan diwarwarkan tapi pergi ke luar negeri melacur diri jenis bangsa apakah ini? kaya dengan aspirasi diri peraga maruah bangsa sendiri! (aku cukup geli dengan permainan ini!) Belimbing Dalam. 1995 - 17 Mei 1999 | |
nyanyian damai Sajak Kemirau (Malaysia) ingin hatiku menjadi burung seruling padi musim menuai lepas bebas membelah lembayung berlagu merdu nyanyian damai. duhai angin berpuput sayu mana berita kekasih hamba bawakan daku semilir rindu jauh di mata hati tak lupa. duhai burung sampaikan pesan pada ranting pohon nan rimbun bawakan daku air di pergunungan biar hilang dahaga setahun. apa digenang airmata berlinang duhai hati hamba nan rawan apa dikenang kasih menghilang kasih nan lara jua meruntun. mari ku dengarkan nyanyian asal dendangan lama turun temurun pada zapin, inang dan ghazal kita abadikan biar bertahun. bersiul burung di tengah laman berlagu merdu nyanyian damai berkembang mekar kuntum di taman menyulam sepi tidak berpantai. Belimbing Dalam. 9 April 1994 | |
ngiang Sajak Kemirau (Malaysia) zaman menelan warna pelangi di ufuk barat meninggalkan kedukaan penuh sarat kesan luka penuh rona kian abad. telahpun berlalu gelak yang gamat pada tiap dentingan gelas keramat. hujanpun tak sudi menyapa tak sudi mendakap buat kembang urat nadi rezeki nan sendat. alah … siapa yang kian lama menggendong gemerlap neon dan tari berahi pada makmurnya negara melimpah-ruah ke mana digomol wang berjuta. aha … setelah sekian lama dalam alpa menyundalkan nasib bangsa itukah yang bernama pejuang bangsa kaya slogan dan tipu nista?. duniapun masih belum kiamat boleh saja mengepit si genit ke majlis dansa. esok bilang saja pada rakyat yang tak pernah mengadu domba “getah dan bijih pasarannya kian rendah, kelapa sawit pulau dik Amerika”. lusa nanti terus melatah mengomongkan siswazah momok sini momok sana. “generasi muda pemilih kerja, hanya tahu kantungnya saja”. tapi bagaimana dengan si bapak penoreh getah sepagi ini ladang disembah (sedang pak menteri dipeluk bini penuh lena, setengahnya masih berdengkur di hotel mewah; persidangan kononnya … si genit mana lelah di sebelah). tulat menunjuk muka di mimbar media ahhh … perpaduan matlamat kita! (entah kali ke berapa ya dipekik slogan yang sama) macamlah rakyat pekak telinga tak reti bahasa. Belimbing Dalam. 1991 | |
kenapa mesti melatah Sajak Kemirau (Malaysia) di sini ada kilang bikin manusia buat melaksana teori dan sejuta mimpi kita pupuk kita baja ia ikut citarasa aqli manusiawi, yang nantinya akan kita petik hasilnya meski belum pasti berisi. di sana ada profesor ada pendeta buat merangka strategi dan merealisasikan teori mereka cedok mereka cuba ia ikut citarasa kepompong sendiri, yang nantinya mereka bisa dianugerahi dan dipuji meski hasilnya belum tentu menjadi belum lagi teruji. di sini meski kita berperi-peri membentuk generasi terpuji acuan birokrat impian rakyat sedang mereka di sana-sini tanjulkan jerat benamkan periuk api menabur duri atas nama demokrasi. di sana-sini ada manusia separuh jadi setengahnya langsung tak menjadi kenapa mesti melatah duhai pak menteri bina saja banyak lagi pusat serenti dan tembok besi atas nama demokrasi. di sana atas nama demokrasi pak menteri bertikam lidah dengan DAP yang ternyata buta lagi tuli sedang minda mereka dalam kocek kami sesat dalam modal basi. di sini atas nama demokrasi anak kita mesra sekali dengan Juwie dan URTV, lantaran itulah juadah yang kita sogokkan hari-hari di media TV tak hairanlah model mereka selalunya penyanyi kenapa mesti melatah pak menteri. Oleh; Kemirau, Belimbing Dalam. 5 Ogos 1993 Mingguan Malaysia, 19 Disember 1993 | |
refleksi kendiri Sajak Kemirau (Malaysia) akulah musafir gelandangan di bumi hanyir menjejak denai nurani manusiawi nan hilang penuh alpa dalam ketawa senang mengejar kerdip bintang berlari bersama siang adakalanya cukup senang memuji diri sepantasnya pertimbangan hilang bersama maruah diri. inilah aku insan terbuang asyik menghias diri pesona berahi sedang tanganku terikat di belakang ingin ku gagahi lagi hidup ini pesona ini entah kapan waktunya terhenti atau sayup-sayup mata memandang ada utusan mengundang pergi entah bagaimana nanti rupa diri. itukah aku yang bernama kecundang tewas bertarung diri pada nafas yang tersengkang mampukah aku mendabik diri betahkah aku melepas diri? Oleh; Kemirau, Belimbing Dalam. 10 April 1994 - 14 Mei 1999 | |
agenda pura Sajak Kemirau (Malaysia) Paradigma apakah yang ditebarkan ke segenap penjuru benua sedang gerak dan tutur kata penuh pongah. Asyik berkancah ria bikin-bikinan kian mencambah dendam bertahun bertandu duka sang murba. Agenda apakah hanyalah pesta penuh gemirang sebatinya perirana dan tari menari sebatilah kita satu gengsi segah berahi. Kitakah pertapa di kangkang ratna bikin kalut seisi kota dalam kegawatan menular di setiap kantur, perhentian bas dan teksi. Kita ini bajingan luka dari perut segala iblis meratah harum harmoni nikmat merdeka membenteng dewala konglomerat gengsi konsortium kita terbina dinasti. Telah kita palitkan rona gagak pada wajah ceria anak-anak pewaris bumi. Telah kita goriskan dinding kota dengan janji manis bertambun. Inilah neraka ciptaan kita hiaskan nanah dan noda. Inilah syurga impian jutaan insan terpesona pada kepalsuan dan pura. Manakan terlaksana janji di bibir perjaka bertukar baju mahupun bohsia apalah bezanya. Ini kota peduli apa pada seranah dan serakah bukankah ia suatu darma! Kita bicara tanpa paramasastera memang kita kelana berlainan pusta penegak adicita mahupun cauvinisme! Kita berpesta di gunung dan segara di langit berma menyimpan dendam. Berpatah arangkah kita? Ahh … usah percaya pada gelenang air mata ini bumi wangi bijana bisa bermandi darah memang bukan lagi langkara. Hartanah kita tinggal selangka angkara jemala berbeza! Setia kita longkah bersama lingsir sedang paradigma kita diganyang histeria sembari leka beragenda pura! Belimbing Dalam. 16 - 17 Mei 1994 | |
berhemahkah kita? Sajak Kemirau (Malaysia) ada sebuah kisah nun jauh di perbatasan akal bermula di sebuah jeram tempat sumpah membulat daerah ini pernah seketika dipuja dalam syaer para pendeta buat peninggalan zuriat merenung tiap yang tersirat penuh tersurat seribu rahsia alkisah datanglah angkatan lubalang setia membuta meredah rencam melintas jeram "ini perintah sang buana apa dicela apa dicerca kemuncak gunung kita tenggala di lereng gaung kita pahatkan gapura kota ini singgahsana belantara cita sang buana memang ia suatu darma!" datang musim bersilih ganti sang murbaku berjuang terus dengan hasrat menyala daerah ini merah berkaca seribu warna tanganan merdeka oleh insan(?) rakus lena dalam gelojak rasa jantung belantaraku dipenuhi kanser membuakkan loya pesta-pesta konglomerat kota punggungnya sumbing di sini-sana atas nama Tahun Melawat Malaysia mereka bilang tetamu mesti dihidangkan rusa betina minda mereka perlu lena di rest house banjaran penyejuk luka parah pertarungan di kota mataku berkaca melihat telatah mereka bertelanjang dalam belantara telanjangan mereka ini bahana tanpa wacana ini sumpah tak tertunaikan nazarnya kelmarin flora dan faunaku meraung pilu apatahnya habitat mereka disimbah toksid melulu duhai alangkah bahagianya jika tamadun bangsaku terbina bukan di atas timbunan jiwa derita penuh teraniaya! memang kami telah putihkan mata kelukan bicara lantaran gunanya apa bersidang berjela tanpa tindakan sewarasnya. Cameron Highland. September 1994 | |
ada rindu terpaut di semarang Sajak Kemirau (Malaysia) telah kutitipkan rindu ini pada buih-buih pelangi nan indah yang kelak akan kubelai sepi di celah resah memanjang yang nantinya akan kudodoi lenamu di ribaku sepanjang malam dingin bulan penuh dan hati kita bersatu maka buih-buih pelangi pun terus mencumbui tubuhmu dalam kehangatan nafasku menahan rindu tak tertanggung sepi tak berpenghujung maka hadirlah kau dalam mimpi-mimpi wangi dengan bunga-bunga kasih yang kita gubah lewat mentari terbenam di ufuk bebayang kita terpalit di kanvas hidup yang sunyi ini entah bagaimana tiba-tiba ianya hilang bagaikan telah dijanjikan yang tampuk rindu itu bisa saja rapuh longlai dari tangkai hatimu yang cukup payah kuselam atau barangkali kita tak saling tumpah hanya bagai nyanyian musim rindu berkumandang di kakian bukit membelah gunung menembus dinding-dinding peribadi di kamar hati yang usang dan tak semena-mena terus dikenang meski airmata terus berlinang. | |
Untuk Tikaku Sajak Edo Ada kalanya rindu itu hadir tiba-tiba Melambai-lambai antara pintu hati Antara kita dan kehidupan | |
dewa dan anak manusia Sajak Sieva semua tak akan bisa seperti dulu detak jantung yang berdegup kencang di dadaku aliran darah yang mengalir cepat saat bersamamu tak akan sama seperti kita yang berlari dalam hujan dari ribuan tentara halangi kita untuk bersama dapatkah petik mimpi walau sekejap kuatkah gadamu halau mereka semua sebab kaki tlah lemah lelah berlari langit seakan tertawa sinis seorang dewa mencintai anak manusia terpaku pada kuasa yang ingin kau lepas tuk gapai tangan ini tinggalkan sekejap wangi tubuh tak terlupa pergilah....... berlarilah lebih kencang daripadaku tinggalkan aku mengangkat busur panah membunuh mereka yang menyakitimu dan nikmati tetes air mata yang jatuh tak tertahan | |
Tak bisa kuingkari Sajak Sekar Tak bisa kupungkiri, Tak bisa kuingkari, Tapi itu hampir pasti, Aku ingin memilikimu, Aku ingin kasihmu, Aku ingin bersamamu, Selalu. Tak bisa kupungkiri, Apalagi kuingkari, Cinta itu ada, Didada ini, Menyeruak lembut dan pasti, Aku ingin mempertahankanmu, Namun aku tak tahu, Bagaimana dengan nalurimu, Bisakah kita abadi, Walau kau disana dan aku disini, Aku ingin tetap kau cinta, Biar orang tak mengerti, Tapi, aku mau kau lindungi. Apalagi saat ini. Jakarta, 28 Juli 2001. | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar